Belajar Kehidupan

Rabu, 30 November 2011



Kehidupan adalah sekolah abadi. Mengajarkan banyak makna. Banyak cara. Untuk kesempurnaan jiwa. Eksistensi diri. Kematangan sikap. Berpikir. Bertindak. Mengambil keputusan. Meredam amarah. Bersabar. Toleran. Memaafkan. Empati. Adalah nilai-nilai mulia. Kemuliaan jiwa tak mungkin datang sendiri. Tumbuh sendiri. Matang sendiri. Harus ada sebuah proses yang mesti dilewati. Dimasuki. Dirasuki. Dirasakan dan diamalkan. Panas. Dingin. Getir. Manis. Hitam. Putih. Semua rasa. Segala suasana. Suka duka. Benci kecewa. Amarah. Sikap serakah. Sengatan mentari tengah hari. Sejuk embun pagi. Dingin air hujan. Kegelapan malam. Maka saat usia bertambah, tak bisa lagi dipungkiri. Seperti pepatah, sudah banyak makan asam garam. Semakin tua, semakin jadi kebaikannya. Semestinya begitu. Kemuliaannya bertambah dengan bertambahnya usia. Karena kehidupan tak henti-henti mengajarkan. Bagaimana jiwa teguh menghadang badai. Bagaimana hati kokoh mendapat gelombang ujian. Bagaimana rasa yang lembut mudah memaafkan. Sifat yang keras kuat mempertahankan. Seperti jiwa Musa yang teguh keras. Seperti hati Isa yang lembut lunak. Bilamana bertahan dengan bicara. Bilamana menyerang dengan diam. Betapa banyak kesempatan. Peristiwa. Jenak-jenak kehidupan yang memberi kita pelajaran. Pengajaran. Tuntunan. Memberi kesempatan jiwa tumbuh berkembang. Subur. Berbuah dan memberi manfaat. Jiwa yang hidup. Hidup yang dinamis.

Kemampuan kita menangkap pelajaran, ini hal yang tidak mudah memang. Butuh seni tersendiri. Sentuhan nurani. Kehalusan hati. Kejernihan pikiran. Keluasan wawasan. Kelapangan dada. Rumpun bambu yang menari ditiup angin, misalnya, Siapa yang mampu membaca tanda dari itu. Menangkap pesannya. Tidak semua orang mampu. Mungkin lebih mudah membaca satu kecelakaan lalu lintas dengan banyak korban. Atau musibah banjir bandang dan tanah longsor. Beragam pelajaran berseliweran di depan dan samping kita setiap harinya. Tapi hanya sedikit yang mampu mengambil maknanya. Belajar darinya. Satu kali mungkin kita dimaki orang di tengah jalan. Melihat senyum gadis kecil di depan rumah. Istri yang cemberut. Kerabat yang marah. Atau orang yang memfitnah kita datang meminta maaf. Bisa juga kambing tetangga yang makan tanaman yang kita sayangi. Syair lagu pop di angkot. Berita pagi di TV. Jeritan tukang sayur. Celoteh anak-anak di kelas. Bunga yang mekar. Matahari pagi yang tertutup pohon nangka. Kokok ayam di kejauhan. Bagi sebagian kita, mungkin agak sulit menangkap makna dan pesan dari peristiwa yang biasa saja. Butuh hentakan bahkan ledakan sepertinya. Sehingga kita butuh peristiwa luar biasa yang dapat kita ambil maknanya. Seperti Tsunami di Aceh barangkali. Jika begitu, akan banyak momen kecil yang hilang setiap hari tanpa apa-apa. Tidak ada proses belajar yang dapat diambil. Rugi. Tak dapat apa-apa. Juga sama saja ruginya, saat datang peristiwa besar, tapi hanya membuat kita lalai. Dan tertipu. Piala dunia sepak bola misalnya.(?/@*%&-’-)

Kita bertemu dengan orang-orang aneka macam sifat, kebiasaan, budaya dan karakternya. Itu sebenarnya salah satu sarana pembelajaran diri. Proses kematangan dan pendewasaan. Ada orang yang sangat akrab, suka membantu, terbuka dan siap menjadi guru maupun murid. Banyak kemampuan yang dimiliki. Banyak pula kebaikan yang disebarkan. Selalu berpikir positif dan husnu dzon pada orang lain. Mudah menerima masukan dan siap berubah. Tak pula dipungkiri, kita bertemu orang-orang yang bekerja malas dan bersikap culas. Mampu tapi tak bisa memberi. Menjilat dan mencari keuntungan semata. Melihat orang dengan curiga dan su’u dzon. Sulit menerima masukan dan acap kali menyalahkan orang lain. Merasa benar sendiri dan otoriter. Merasa selalu salah dan minder. Sekarang bayangkan jika usia kita bertambah dari tahun ke tahun. Dari masa ABG yang penuh gula-gula, bertambah kepala dua. Lalu tiga. Kini empat. Bertambah anak. Mungkin bertambah istri. Bertambah pula tanggungjawab. Bertambah beban hidup. Duhai… bacalah ayat yang menempel di jasadmu. Uban yang mulai bertabur. Mata yang mulai kabur. Gigi-pun mulai gugur. Kulit jadi kendur. Kini bacalah ayat yang menempel di jiwamu.. Sudahkan amal sholeh disiapkan untuk kehidupan masa depan? Sudahkan keimanan benar-benar jadi pegangan? Sudahkan hati ini benar-benar mencintai ketaatan dan membeci kemaksiatan?

Wahai jiwa yang lemah.. bersihkan, kuatkan agar tak terjerumus dan masuk lubang kebinasaan. Ambillah pelajaran dari hidupmu. Sebelum ditutup semua kesempatan. Sebelum diambil semua kenikmatan. Sebelum ditanya semua perbuatan. Sebelum ditimbang semua amalan.

Wahai penguasa semua jiwa , beri kami kekuatan untuk mengendalikan jiwa, agar selalu taat dan tunduk pada-Mu. Mencintai syariat-Mu. Menghidupan sunah Nabi-Mu. Membela tentara-Mu dan menutup ajal dalam husnul khotimah…

(dalam keprihatinan jiwa

saat usia bertambah

saat tak tahu

apakah kebaikan juga bertambah

dan akan menggapai husnul khotimah)

Belajar Sabar, Belajar Kehidupan


Ungkapan “Orang sabar disayang Tuhan” bukanlah ungkapan yang sepele, sebab kesabaran sejatinya akan membawa banyak manfaat dalam hidup manusia. Tapi, bukan berarti manusia bisa dengan gampang menanamkan hal tersebut dalam hati mereka. Konon, belajar sabar dan ikhlas butuh waktu yang tidak main-main dan tak tanggung-tanggung lamanya: seumur hidup. Menurut saya, ikhlas merupakan bagian terpenting dari sikap sabar, dimana seseorang mampu menerima masalah dalam kehidupannya dengan hati lapang, serta tetap mencari jalan keluar dengan hati yang bersih dan akal yang sehat. Mungkin ini terdengar too good to be true, namun setiap orang punya kesempatan yang sama untuk berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, walaupun bukan yang terbaik.

Kesabaran ibarat tanaman yang harus senantiasa dipupuk. Pupuk yang dimaksud adalah keyakinan bahwa tanaman tersebut kelak akan berbuah manis dan layak untuk dinikmati oleh setiap insan yang punya rasa yakin itu. Saya sendiri masih tertatih tatih. Setidaknya begitulah kira-kira jawaban yang akan keluar saat seseorang bertanya sejauh mana saya sudah mempraktekannya. Dan kesabaran, nyatanya, akan terlatih dengan baik manakala seseorang dihadapkan dengan permasalahan, mulai dari yang sepele sampai yang pelik sekalipun.

Ketika emosi lebih leluasa berbicara ketimbang hati yang pandai menahan amarah, maka kekacauan bisa lekas dikenali. Seorang atasan yang selalu emosi seringkali mendzolimi bawahannya, bahkan mengurangi hak-hak orang yang dipimpinnya. Seorang bawahan yang tak sabar ingin cepat naik jabatan akan menjadi penjilat bagi atasannya, dan saat keduanya bekerja sama maka mereka mulai mendzolimi orang-orang disekitarnya. Begitupun dengan orang tua yang belum mampu bersikap sabar. Walaupun sabar bukan berarti lemah, namun kesabaran diharapkan mampu membantu mereka mendidik anak menjadi pribadi yang merasa terlindungi, terbimbing dan terarahkan pada nilai-nilai keluhuran budi yang nantinya akan dia tularkan saat bersama teman-teman dan orang-orang yang dikenalnya. Dalam hal ini, kesabaran manusia diuji dalam menghadapi orang lain yang berada disekelilingnya, sejauh mana mereka mampu menghadapi masalah dengan pikiran jernih dan mengendalikan diri untuk terhindar dari emosi sesaat yang hanya akan merugikan dirinya sendiri dan orang lain.

Pada kenyataannya, penguji kesabaran terbesar bagi manusia bukan hanya manusia lain, tapi juga uang. Lihatlah bagaimana seseorang menjadi koruptor karena dia tidak sabar mengumpulkan kekayaan dari hasil jerih payahnya sendiri. Mereka berbondong-bondong merampok uang yang bukan hak mereka dan lupa bahwa ada orang lain yang lebih berhak atas uang tersebut. Uang membuat manusia khilaf, membuat mereka lupa akan kesederhanaan. Seseorang yang terhimpit masalah ekonomipun bisa melakukan segala upaya untuk mendapatkan uang dan kesenanngan. Kesabaran mereka runtuh, lagi lagi juga karena uang. Alangkah indah jika mereka bisa bersabar sembari berusaha, dan mereka yang kaya mau berbagi dengan sesama secara ikhlas.

Bagaimana dengan kita??

Belajar Menghargai Alam

H I D U P Selaras dengan alam dan menghargai segala isi yang terkandung didalamnya sudah menjadi keharusan yang tak terelakan. Sebab jika manusia sebagai mahluk berakal tidak lagi menghargai alam, atau bahkan cenderung melakukan eksplorasi berlebihan yang berbuntut pada kerusakan alam, maka jangan berharap alam akan bersahabat dengan manusia.

Menghargai Hidup

Menghargai Hidup - Sedikit sekali orang yang bisa memahami keadaan seseorang atau keadaan sekitarnya, jika ia tidak terjun langsung atau mengalami apa yang dirasakan seseorang dalam kehidupannya.

USAHA YANG PERLU DILAKUKAN UNTUK MENJAGA KELESTARIAN ALAM

Jumat, 25 November 2011
Alam memiliki kemampuan untuk memberikan kehidupan bagi penduduk dunia. Kemampuan (potensi) yang ada pada alam untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia alam atau natural resources bumi dengan segala isinya yang terkandung di dalmanya disebut pula dengan alam dunia. Bila kita perhatikan alam dunia dapat dikelompokkan atas 5 bagian yang berupa :

Puncak Merbabu

Selasa, 22 November 2011
kawan ...
hari ini kabut mulai sirna
langit berubah menjadi cerah
pelangi kembali bersemi
setelah menyambut langkahmu
 
lelah letih telah berlalu
karena kita tahu
bahwa hari ini
kita gapai harapan

Kunci dalam Menjalani Hidup

Bahagia yaitu kata yang mencerminkan suatu keadaan seseorang yang hatinya sedang baik. Bahagia bisa membuat hidup kita menjadi lebih indah dan lebih bermakna. Tugas kita adalah menjaga kebahagiaan itu sendiri.

Bahagia bisa kita dapatkan dengan berusaha yaitu dengan berbuat kebaikan kepada teman bahkan orang yang kita tidak suka,dengan berbuat baik kepada semua orang kebahagiaan tersendiri langsung muncul dan akan membuat hari-hari kita lebih baik.Jadi kalau ingin menjalani hidup lebih baik,hanya satu kuncinya yaitu BERBUAT BAIK,hanya itu yang bisa dilakukan agar kita dapat merasakan kebahagiaan dan membuat hari lebih indah.

Dizaman sekarang adalah zaman dimana orang-orang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Ada sebagian orang yang semakin kaya dan ada juga yang semakin miskin. Kehidupan pun semakin lama semakin susah, apa-apa serba mahal, untuk makan pun kalau tidak berusaha keras kita tidak bisa mendapatkan makanan, kesehatan yang mahal, pendukung belajar yang mahal,dan masih banyak lagi yang harus dituntaskan. Apabila kita tidak bisa menjalani hidup ini apa adanya kita bisa terlindas oleh waktu bahkan zaman. Semua yang kita telah lakukan hanya satu kuncinya dapat menerima hidup ini apa adanya. Jangan paksakan kita untuk melihat hidup orang lain, orang beli kendaraan baru, orang beli barang baru kita mencurigainya, kita juga dihadapkan dengan kondis ingin membelinya tanpa kita sadari kita tidak mampu untuk membelinya. Tampilah apa adanya diri kita. Jangan minder dengan apa yang kita terima dan bersyukurlah atas semua itu. Menerima hidup apa adanya mungkin terasa berat, banyak godaan yang sebetulnya wajar dialami manusia tetapi disitulah ujian kita untuk dapat menghindari dari iri hati kepada orang lain.

7 Tips Oprah Untuk Menciptakan Kehidupan yang Luar Biasa

Jumat, 11 November 2011
“Jika anda ingin hidup anda lebih bermakna, anda harus mengubah pola pikir anda.”
“Bagi setiap orang yang mencapai kesuksesan, kesuksesan tersebut diraih karena ada seseorang yang menunjukkan jalannya.”



KESALAHAN


Tuhan, aku bukanlah seorang yang bersayap malaikat
Bukan juga seorang yang memegang tongkat setan
Aku hanyalah separuh dari keduanya…
Tumbuhkanlah sayap-sayap itu agar selalu ku lihat kesalahanku
Tetapkanlah ia mengepak agar selalu ku perbaiki kesalahan itu
Dan berilah aku kekuatan untuk selalu mengerti setiap sisi di balik kenyataan yang kuhadapi
Agar aku tau disanalah terletak KeAgunganMu melingkariku setiap hari….

Belajar Hidup Part II (Menjalani Kesalahan)

Siapapun kita, sesuci apapun seseorang, pastilah ia pernah melakukan kesalahan dalam hidupnya. Kesalahan besar ataupun kecil, tetaplah itu sebuah kesalahan. Kesalahan itu bukan timbul dari suatu ptoses yang tanpa teknis dan trik. Melainkan kesalahan itu seringkali dalam proses yang telah kita konsep sedemikian rupa. Lalu apa yang terjadi disana, hingga dalam suatu proses yang berkonsep hebat sekalipun tetap saja kesalahan itu muncul dan melahirkan kegagalan. Karena kita adalah manusia tempatnya salah dan lupa. Itu adalah alasan mendasar yang membuat kita menjadi manusia penuh kesalahan dan kegagalan. Tetapi apalah guna Tuhan menciptakan kita dengan julukan ”makhluk yang sempurna” jika kita hanya tercipta untuk menikmati kegagalan dari sebuah kesalahan. Bisakah kita menjadikan kalahan itu menjadi sebuah keberhasilan? Dimanakah letak kesempurnaan kita?
Jawabannya ”BISAAA!!”

my hamster